Kelana

Muhammad Taufik
3 min readJul 25, 2024

--

So close yet so far, yes, we are.

Kala itu di sabtu pagi hari sekitar pukul 10, kamu duduk diam di sebuah kedai kopi yang kamu pilih itu. Sejenak ku mengamati sebelum melemparkan sapa, kamu fokus terhadap layar laptopmu yang mungkin sedang berusaha untuk menterjemahkan kata tentang sapi yang perlu mandi sebelum menyusui. “Cow bathing before milking” Hahaha am i right? Anggap saja ini hanya sebuah terkaan dari sekilas pengamatanku yang mungkin hanya 5 langkah jauhnya dari tempat dudukmu itu sambil kupesan kopi khas dengan nama kedai kopi tersebut.

“Lho kok udah pesen?” tanyamu setelah kusapa dengan kopi yang kugenggam di tangan kananku.

“Kita harusnya pindah ke kedai yang lain, disini silau” jawabmu sambil berbisik kedekat telingaku sekaligus menunjuk arah datangnya matahari itu. Sepertinya memang cukup terik hingga membuatnya mengernyitkan dahi dan membuat matanya sedikit dibuat sipit untuk meminimalkan cahaya yang masuk ke dalam mata, pikirku. Bagaimana tidak, kita duduk mengarah jendela yang mana langsung menghadap keluar, tanpa kaca.

Kala itu sebelum masuk ke inti pertemuan kita, kubertanya tentang ada berapa saudarimu, bagaimana kesibukanmu sekarang, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang apa yang kamu inginkan dan semogakan di kemudian hari, seperti untuk melanjutkan pendidikanmu di luar negeri itu. Meskipun sesekali kamu, bahkan aku, terdistraksi oleh kendaraan yang lewat di depan kita. “Jadi sebenernya aku tuh ditugasin untuk…. Ih bagus motornya, suka, kaya punya Kang Emil” mungkin seperti itu salah satunya. Berbagai tanya kulontarkan, dimulai dari suaramu yang merdu itu (kuharap bisa mendengarnya secara langsung), sampai nama unikmu sewaktu kecil, selain memang aku akui agar aku tidak terlihat kaku, tapi ku memang ingin mengenalmu lebih jauh dari yang kutahu. Bagaimana tidak, setelah kumengenalnya beberapa tahun yang lalu, tapi ku baru sempat bertemu dengannya berdua tepat kala itu. Yah mungkin pernah sewaktu dulu, sekitar pukul 8 malam, di sebuah tempat kuliner malam, dia datang bersama teman-temannya. Kala itu, aku masih cupu. Sekarang? Mungkin tidak jauh berbeda hahaha.

Kamu bercerita tentang beberapa hal yang pernah kamu lalui, seperti perpindahan lokasi kerjamu, hingga tentang pencarian kain untuk hari sumpahmu di tanggal 10 itu. Aku kerap percaya bahwa ini hidup pertamaku, berbicara denganmu dengan 2 gelas kopi serta kentang goreng yang lambat laun menjadi dingin itu merupakan pertama kali. Namun, pernahkah kamu berpikir jika ini bukanlah kehidupan pertamamu? Bagaimana jika di kehidupan sebelumnya atau di kehidupan yang lain antara kamu dan aku memang pernah menceritakan tentang hal ini? Ah entahlah, mungkin hanya sebuah kelana pikiranku.

Kerap kusesali pengembalian bukumu di hari itu adalah kesalahan terbesarku, kadang kubertanya bagaimana cara bertemu denganmu lagi jika buku yang telah kupinjam bertahun-tahun lamanya itu sudah berada pada tanganmu? alibi apa lagi yang akan kugunakan untuk bertemu denganmu? Mengendarai motor listrik di kampusmu? Memberitahu merk helm fullface yang pernah kamu tanyakan itu? Ataukah ku datang di hari sumpahmu? Sepertinya itu terlalu berlebihan, biar kupikirkan saja nanti.

Ahha! atau kukembalikan botol kecil berisi makanan kucing yang kamu titipkan itu? ah mungkin ini bisa jadi salah satu pilihan. I got u!

Jika bisa bertanya dengan diriku yang lain di semesta sana, atau diriku di kehidupan sebelumnya, “Apakah aku akan bertemu dengannya lagi?” / “Takdir apa yang bisa membuat kita saling bertemu kembali?” / “Apakah dia merasakan apa yang aku rasakan?” sepertinya terlalu banyak kemungkinan. Satu-satu bergumam. Tapi yang pasti, pertemuan kita kala itu mungkin bagimu hanya pertemuan biasa, tapi tidak bagiku. Pertemuan yang tiap gelagatnya kuingat, tiap baitnya kuhafal, tiap gerakku ku kaku. Part favoritku ketika kamu bercerita tentang kamu yang mengucapkan ulang tahunku di platform yang sudah tidak ku install itu. Yah sayang sekali, jika kubalas mungkinkah kita memiliki perasaan yang sama? Mungkinkah perihalmu akan terus kuramu? Mungkinkah lembaranku tertulis panjang? Ah entahlah, terlalu jauh pikiranku berkelana.

Nanti, jika saatnya sudah tiba, keberanianku mulai membesar, aku akan bertanya “Maukah kita bertemu kembali di penghujung akhir pekan ini?” atau “Maukah kamu kujemput dengan motor bututku?” atau mungkin lebih jauh lagi “Maukah akhir pekan kita berangkat dengan mobil VWku menuju tempat konservasi orangutan yang kamu ceritakan dahulu itu?” Jadi, kalau ternyata hidup ini sudah pernah kulalui, atau jikalau ternyata benar hidup ini bercabang, jangan lupa untuk wujudkan itu ya, diriku. Sanggup? Semoga.

Listen this “Stay — Cat Power from OST. Past Lives (2023)”

--

--